Kamis, 18 Agustus 2011

FKGBI Jawa Timur

Selasa, 11 November 2008


Sekilas perjuangan FKGBI

SEKILAS PERJUANGAN DAN KEGIATAN
FORUM KOMUNIKASI GURU BANTU INDONESIA

PENDAHULUAN :
Pada tahun 2003 di Negeri Indonesia tercinta mengalami kekurangan tenaga guru, hal ini dibuktikan dengan adanya laporan dan permintaan dari Pemerintah Daerah kepada Menteri Pendidikan Nasional meminta guru untuk ditempatkan di daerahnya. Mensikapi kondisi ini dan menyadari Anggaran Negara belum mampu mengangkat guru CPNS/PNS, maka Pemerintah Pusat berinisiatif pengadaan GURU BANTU. Program ini disambut baik oleh Pemerintah Daerah, maka pada tahun 2003 diselenggarakan Proyek Seleksi Pengadaan Guru Bantu tahun 2003 dan dilanjutkan pada tahun 2004. Dengan dasar Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 034/U/2003, maka secara resmi lahirlah sekelompok Guru Bantu Indonesia, dengan jumlah 261.000 guru tersebar di 428 Kabupaten/Kota dan di wilayah 33 Provinsi.

LAHIRNYA FORUM KOMUNIKASI GURU BANTU INDONESIA ( FKGBI)
Dengan lahirnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 034/U/2003, disambut gembira oleh segenap Guru Bantu di seluruh Indonesia. Sebab sebagian besar mereka sebelum menjadi Buru Bantu, berangkat dari guru wiyata bhakti yang mempunyai masa kerja variatif antara 5 tahun s.d 27 tahun di tingkat TK/SD-MIS/SMP-MTS/SMA-MA/SMK, mengajar di sekolah swasta dan negeri. Dengan menjadi Buru Bantu dapat merasakan perubahan penghasilan/honor menjadi Rp.460.000/bulan dan mulai tahun 2004 menjadi Rp.710.000/bulan, walaupun kadang mengalami keterlambatan.
Secara sporadis timbuhlah solidaritas diantara Guru Bantu Indonesia diekspresikan melalui berbagai kegiatan ilmiah (seminar) dan gerakan moral untuk meningkatkan SDM dan kesejahteraan hidupnya. Mulai tahun 2003, lahirlah berbagai perkumpulan Guru Bantu Indonesia antara lain :
PGBI (Persatuan Guru Bantu Indonesia di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan D.I Yogyakarta),
FKGBS (Forum Komunikasi Guru Bantu sementara) di Sumatera, Sulawesi, kalimantan dan NTB
FKGBI ( Forum Komunikasi Guru Bantu Indonesia) di Jawa Barat, DKI dan Banten
Lahirnya perkumpulan tersebut secara sporadis dan spontan muncul dari berbagi pribadi guru bantu yang peduli dan mempunyai komitmen berjuang.
Bertepatan dengan paringatan Hari Pendidikan Nasional pada tahun 2005, tepat tanggal 2 Mei 2005 berkumpullah para ideator dan aktor FKGBI di Gedung DPR RI untuk menyampaikan aspirasi Guru Bantu Indonesia. Aspirasi diterima oleh Komisi X dan Wakil Ketua DPR RI, saat itu muncullah kesadaran solidaritas yang tinggi mulai adanya kesadaranmempersatukan Visi dan Misi perjuangan FKGBI. Meninggalkan kepentingan daerahnya dan mengutakan kepentingan yang lebih mendasar dan besar ke masa depan.
Setelah mengadakan aksi gerakan moral di DPR RI, dijiwai semangat kebersamaan selanjutnya diselenggarakan pertemuan (rapat) diantara aktivis FKGBI dengan utusan dari ; Wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, NTB. Rapat tersebut terselenggarakan pada tanggal 9 Mei 2005 di Jakarta.


Adapun hasil kesepakatan memutuskan 5 (lima) nota kesepakatan,
Terbentuk Dewan Presidium Nasional FKGBI .
Menetapkan tujuan Perjuangan FKGBI adalah untuk meningkatkan Kesejahteraan anggota Guru Bantu Indonesia.
Sepakat kegiatan Seminar dan Temu Nasional Guru Bantu di Solo Jawa tengah adalah agenda Nasional,
Akan diselenggarakannya kongres Guru Bantu Indonesia.
Tanggal 2 Mei disepakati hari lahirnya FKGBI.

GERAKAN PERWUJUDAN EKSISTENSI FKGBI.
Dengan dasar Nota Kesepakatan dan dibawah arahan Dewan Presidium Nasional FKGBI, maka Ide Seminar dan Temu Nasional Guru bantu Indonesia menjadi sebuah kegiatan yang monumental. Dalam kegiatan seminar tersebut dihadiri kurang lebih 5000 orang guru bantu Indonesia dan kegiatan Temu nasional FKGBI dihadiri oleh 71 utusan dari 17 Provinsi. Setelah mempelajari berbagai dokumen dengan seksama dan memperhatikan aspirasi dari Guru Bantu Indonesia serta mensikapi dinamika dalam Temu Nasional, maka kegiatan Seminar dan temu Nasional FKGBI yang diselenggarakan tanggal 9 – 10 Juli 2005 di Kota Solo Jawa Tengah melahirkan sebuah REKOMENDASI FKGBI yang berisi :
Mendesak Pemerintah untuk mengangkat semua guru bantu menjadi CPNS/PNS tuntas pada formasi tahun 2005 – 2007.
Menetapkan 7 (tujuh) orang anggota Dewan Presidium Nasional FKGBI antara lain : Achmad Tugiran,SPd., Syarifah Efiana,SPd, Adi Wijaya,SPd., Endang Sumitra,SAg., Laode Askar,SPd., dan Drs. Ambo Sakka dan Sekjen Robyan Henry,
Menugaskan kepada Dewan Presidium bersama Ketua Panitia Seminar dan Temu Nasional FKGBI untuk memperjuangkan dan menyampaikan Rekomendasi kepada lembaga Eksekutif ( Presiden dan Menteri dan lembaga terkait) dan Lembaga Legeslatif (DPR, DPD RI) di Jakarta, sampai berhasil.
Akan diselenggarakan Kongres I FKGBI pada bulan Oktober 2005 di Jakarta.

GERAKAN AKSI PROTES FKGBI :
Setelah diselenggarakan Seminar dan Temu Nasional FKGBI dengan amanat REKOMENDASI, Dewan Presidium nasional FKGBI mulai mengadakan serangkaian kegiatan untuk mensukseskan amanat tersebut. Memperhatikan Surat Edaran MENPAN pada bulan Juli 2005 tentang pelaksanaan rekrutmen CPNS formasi tahun 2005, dimana isinya tidak mengakomodir rekomendasi FKGBI. Untuk mensikapi hal tersebut maka FKGBI pada tanggal 13 Agustus 2005, mengadakan Rapat Koordinasi Nasional di Hotel Cakra Surakarta, dengan keputusan sbb :
1. Menyatakan sikap keberatan dan protes keras terhadap surat edaran tersebut. Sehingga tanggal 15 – 17 didampingi DPRD Kota Surakarta dan DPRD Jawa Tengah FKGBI menghadap Dirjen PMPTK di kantor Mendiknas dan Menghadap Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara yang terima oleh DEPUTI 3 bidang pengembangan SDM Bapak Ridwan K.


Alhasil SE Menpan dinyatakan tidak berlaku dan proses rekrutmen CPNS formasi tahun 2005 diundur.
2. Keadaan emergency maka Dewan Presidium Nasional FKGBI menetapkan Ayub Joko Pramono sebagai Sekjen DPN FKGBI Nasional, menggantikan Robyan Henry.
Untuk menindaklajuti Hasil Rekomendasi Seminar, Temu Nasional FKGBI 9 – 10 Juli 2005 dan Hasil Rapat Koordinasi 13 Agustus 2005, maka DPN FKGBI mengirimkan surat kepada : Komisi X dan Pimpinan DPR RI dan DPR RI, MENPAN RI, MENDIKNAS RI, dengan harapan aspirasi Guru Bantu dapat diakomodasi dalam rekrutmen CPNS formasi tahun 2005.

MEMORI TANGGAL 24 AGUSTUS 2005.
Melalui komunikasi yang kuat dengan berbagai lembaga terkait maka aspirasi FKGBI mendapat sambutan yang sangat positif baik dari Lembaga Legeslatif dan Eksekutif di Jakarta. Diwarnai aksi protes dari berbagai daerah untuk memperjuangkan dan mensukseskan Rekomendasi 9 – 10 Juli 2005, maka DPN FKGBI menghadap bapak Zaenal Ma’arif Wakil Ketua DPR RI, mendesak agar guru bantu diangkat CPNS tuntas formasi 2007. Sebagai wujud akomadasi aspirasi tersebut, maka Komisi X DPR RI mengadakan Rapat Kerja bersama MENPAN, MENDIKNAS pada tanggal 24 Agustus 2005, dengan kesepakatan politik antara lain : akan dikeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengangkat Tenaga Honorer menjadi PNS (inklud guru bantu), khusus guru bantu diangkat menjadi CPNS dalam tiga tahap tahun anggaran 2005 – 2007. Hasil rapat kerja ini disambut dengan gegap gempita oleh FKGBI dan segera mensosialisasikan kepada segenap guru bantu di seluruh Indonesia melalu berbagai media masa. Atas komitmen yang kuat dari Pemerintah untuk mengakomodasi aspirasi tenaga honorer termasuk guru bantu, maka tanggal 11 Nopember 2005 lahirlah Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 2005, beserta lampirannya. Mencermati dan mensikapi PP 48 tahun 2005, DPN FKGBI menyatakan sikap protes karena belum dapat mengakomodir semua guru bantu untuk dapat diangkat menjadi CPNS. PP 48 tahun 2005 sangat diskrimatif antara guru bantu yang usia diatas 35 tahun dan yang ditempatkan di sekolah swasta mereka tridak dapat diangkat menjadi CPNS. Maka FKGBI pada tanggal 29 Nopember 2005 menghadap kembali ke kantor Menpan, Mendiknas, BKN, DPR, DPD RI. Aspirasi diterima dan akan diakomodir bahwa guru bantu akan diangkat menjadi CPNS dalam tiga tahap.

MEMORI TANGGAL 9 DESEMBER 2005
Didasari komitmen yang kuat dari pemerintah untuk mengakomodir aspirasi Guru bantu Indonesia (tenaga Honorer) , maka diselenggarakan Rapat Kabinet terbatas di Istana Wakil Kepresidenan. Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Bapak M.Jusuf Kalla dihadiri oleh Mendiknas, Menpan, Kepala BKN, menghasilkan : Kesepakatan pemerintah akan mengankat semua guru bantu menjadi CPNS dalam tiga tahap th anggaran 2005 – 2007. Utk formasi tahun 2005 sebanyak 80 ribu guru bantu diangkat CPNS. Barangkali inilah hasil protes FKGBI yang disampaikan sampai dua (2) kali yaitu pada tanggal 15 Agustus 2005 dan 29 Nopember 2005. Dengan dasar keputusan tersebut maka MENDIKNAS melalui para stafnya khususnya DIRJEN PMPTK mengadakan sosialisasi dan Rapat Koordinasi pada tanggal 27 – 28 Desember 2005 di -

Hotel Grand Cempaka Putih Jakarta. Dalam Rakord tersebut Mendiknas mengundang seluruh Kepala Dinas Pendidikan se – Indonesia , dan Mendiknas menyampaikan komitmen Pemerintah mengangkat guru bantu menjadi CPNS dalam tiga tahap 2005 – 2007 dipertegas kembali.

PUNCAK PERJUANGAN FKGBI.
Berbagai keputusan dan komitmen Pemerintah yang telah dijanjikan ternyata tidak sebanding dengan kenyataan bahwa guru Bantu akan diangkat menjadi CPNS tuntas formasi tahun 2007. FKGBI mulai meragukan komitmen tersebut disebabkan rekrutmen CPNS formasi tahun 2005 mengalami banyak kendala dan masalah (amburadul). Pemerintah menjanjikan 80.000 guru bantu akan diangkat menjadi CPNS realisasinya hanya sekitar 44.000 guru bantu yang dapat diangkat menjadi CPNS. Dan Pemerintah berencana revisi PP 48 tahun 2005, namun belum ada langkah yang kongkrit pada saat itu. Atas dasar keraguan dan kegamangan inilah FKGBI tanggal 6 Pebruari 2006 mengadakan gerakan moral turun jalan (demontrasi) di depan pintu DPR RI dan berjalan ke Kantor MENPAN RI. Berbagai orasi disampaikan intinya mendesak Pemerintah segera merealisasikan komitmennya mengangkat guru bantu menjadi CPNS tuntas formasi tahun 2007. Untuk mengakomodasi aspirasi guru bantu maka pada tanggal 7 Pebruari 2006, FKGBI kembali demontrasi di depan Pintu DPR RI, memberi dukungan dalam Raker Komisi X DPR RI bersama Menpan, Mendiknas, Menag. Dengan hasil : Semua Tenaga honorer akan diangkat CPNS sampai th 2009 (PP 48 tetap jadi payung hukum dengan revisi pasal yang menghambatnya). Khusus Guru Bantu akan diselesaikan diangkat menjadi CPNS dalam tiga tahap tahun formasi 2005 – 2007, dengan mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB).

SIKAP FKGBI TERHADAP KOMITMEN PEMERINTAH MENGANGKAT GURU BANTU MENJADI CPNS DALAM TIGA TAHAP
Menyadari betapa rumitnya menyelesaikan pengangkatan guru bantu (tenaga honorer) menjadi CPNS dan telah banyak kesepakatan yang diputuskan, maka DPN FKGBI menyatakan sikap sbb :
Siap mengamankan dan mengawal guru Bantu diangkat menjadi CPNS dalam tiga tahap formasi tahun 2005 – 2007 tuntas.
Siap membantu dalam menciptakan situasi yang kondusif sehingga tidak terjadi berbagai hal yang akan menghambat pelaksanaan keputusan pemerintah tersebut.
Tetap komitmen terhadap seluruh perjuangan guru yang bertujuan mencapai titik kesejahteraan yang memadai.
Menyampaikan rasa terima kasih kepada pemerintah Pusat sampai daerah yang telah turut membantu perjuangan FKBGI.
KOMITMEN FKGBI MENSUKSESKAN PERJUANGAN
Untuk memperkuat perjuangan dan mensukseskan amanat rekomendasi FKGBI serta untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, maka FKGBI perlu membulatkan tekad membentuk Kepengurusan yang definitif dan representatif. Maka DPN FKGBI menyelenggarakan Kongres I FKGBI pada tanggal 5 -7 Juli 2005 di Medan Sumatera Utara. Dalam Kongres tersebut dihadiri utusan dari 20 Provinsi, dengan menghasilkan berbagai keputusan :


Anggaran dasar Rumah tangga FKGBI.
Rekomendasi FKGBI
Memilih dan menetapkan Ketua Umum DPP FKGBI
Segera mendaftarkan ke kantor Notaris, untuk persyaratan pendaftaran kepada KESBANGLIMAG DEPDAGRI di Jakarta.

DOKUMEN PENTING DALAM PERJUANGAN
Surat Pimpinan DPR RI tertangal 16 Mei 2005 No:KD.02/2848/DPR RI/2005. tentang permintaan kepada pemerintah agar mengangkat guru bantu menjadi PNS tanpa tes. Hal ini merupakan tindak lanjut RAPIM DPR RI 10 Mei 2005, membahas laporan komisi-komisi.
Surat Mendiknas tanggal 15 Juni 2005 No: 134/MEN/KP/2005, usul kepada Presiden RI tentang tiga (3) alternatif penyelesaian guru bantu.
Raker dgn Komisi X tanggal 28 Juni 2005, Mendiknas mengusulkan 100.000 guru bantu diangkat jadi CPNS.
Tanggal 4 Juli 2005, dalam raker Komisi X dengen Mendiknas, Menteri Agama, Menpan, Mendagri, Menko Kesra, Menteri Perencanaan Pembangunan/Kep. Bapenas, Menkeu, menetapkan kuota CPNS 2005 300.000, diantaranya 70% guru bantu diangkat jadi CPNS, tanpa melalui tes.
Tanggal 24 Agustus 2005, dalam Rapat Konsultasi Komisi X DPR RI dengan Menpan dan Mendiknas, hasil memprioritaskam Guru bantu diangkat CPNS, dan dikeluarkan PP tentang tenaga honorer.
Tanggal 9 Desember 2005, Rapat dipimpin Wapres dengan Mendiknas, Menpan, Kep. BKN dan pejabat eselon 1 tiga instansi terkait. Hasil akan mengangkat guru bantu menjadi CPNS dalam 3 tahap 2005 – 2007
Tanggal 27 – 28 Desember 2005, Hasil Rakord tentang Guru Bantu di Jakarta (grand Cempaka), oleh Mendiknas dihadiri oleh Ka. Dinas Pendidikan se Indonesia dan instansi terkait, sepakat mengangkat guru bantu menjadi CPNS dalam tiga tahap.
Tanggal 9 Januari 2006, Surat Mendiknas kepada Gubernur dan Bupati se Indonesia, tentang pengangankatan guru bantu menjadi CPNS dalam tiga tahap, mulai tahun 2005 – 2007.
Tanggal 7 Pebruari 2006, Hasil rapat Kerja DPR RI Komisi X bersama MENPAN, MENDIKNAS, MENAG. Menegaskan kembali komitmen pemerintah menyelesaikan guru bantu dengan diangkat menjadi CPNS tahun 2005 – 2007. Hasil ini final dan tuntas
Tanggal 3 April 2006 hasil audensi FKGBI dengan Menpan diwakili oleh Deputi III Pengembangan SDM Bapak Ridwan Kamarsah, Menpan menegaskan kembali komitmen mengangat semua guru bantu yang berusia dibawah 46 tahun, akan diangkat menjadi CPNS dalam tahun 2006 – 2007
Hasil Raker Komisi X DPR RI bersama Menpan, Mendiknas, Menag, Mendagri tanggal 26 Juni 2006, diantaranya menetapkan bahwa pengangkatan guru bantu menjadi CPNS/PNS dituntaskan tahun 2007, dan akan ditangani lansung oleh MENPAN tidak melalui Pemerintah Daerah Kab/Kota BKD.
Rekomendasi Hasil Kongres I FKGBI tanggal 5 – 7 Juli 2006 di Kota Medan Sumatera Utara.
Hasil Rapat Kerja 15 Januari 2007 Komisi II DPR RI dengan Meneg – PAN : Pemerintah segera merevisi PP 48 tahun 2005, untuk mengakomodir guru bantu diangkat menjadi CPNS, paling akhir bulan Pebruari 2007.
Hasil raker tanggal 5 Pebruari 2007 Komisi X DPR RI dengan Menpan. Mendiknas, Menag, memutuskan bahwa guru bantu Depdiknas dan guru kontrak Depag diangkat menjadi CPNS tuntas formasi tahun 2007.

AGENDA PENTING KEGIATAN FKGBI
1. Tanggal 2 Mei 2005, guru bantu audensi dengan pimpinan DPR RI, desak pemerintah memperhatikan kesejahteraan dan nasib guru bantu.
2. Tanggal 9 – 10 Juli 2005 Kegiatan Seminar dan Temu Nasional guru Bantu Indonesia, di Kota Surakarta Jawa Tengah (menghasilkan Rekomendasi)
3. Tanggal 2 Mei 2006, HUT FKGBI 1 dan HUT HARDIKNAS di Jakarta Timur, desak pemerintah angkat guru bantu menjadi CPNS.
4. Tanggal 5 – 7 Juli 2006, Kongres 1 Forum Komunikasi Guru Bantu Indonesia, di Medan Sumatera Utara. (menghasilkan kepengurusan Nasional DPP FKGBI 2006 - 20110
5. Tanggal 17 September 2006 Pelantikan DPP FKGBI hasil Kongres 1 FKGBI di Medan Sumatera Utara.
6. Tanggal 8 Nopember 2006, aspirasi diterima DPD RI, selanjutnya tanggal 15 Nopember 2006 DPD RI Memanggil MENEG PAN dalam rapat kerja.
7. Tanggal 30 Nopember 2006 DPP FKGBI diterima audensi dengan Komisi X DPR RI di Jakarta, aspirasi diterima, alhasil Komisi X DPR RI Komitmen akan memanggil Instansi eksekutif terkait, untuk yg terakhir membahas guru bantu. ( DPP FKGBI PRESENTASI MASALAH GURU BANTU)
8. Tanggal 4 Desember 2006, MENEG PAN dipanggil Komisi II DPR RI.
9. Tanggal 4 Januari 2007, DPP FKGBI audensi dengan Pimpinan DPR RI, diterima Wakil Ketua DPR RI Bidang Kesra ( Bp. Zaenal Ma’arif)
10. Tanggal 28 Desember 2006, DPP FKGBI konsultasi dengan BKN, diterima Bapak Usman, informasi bahwa PP 48 proses revisi, terpusat pada pasal 3, yang prinsipnya mengakomodir tenaga honorer/guru bantu (data base) bisa diangkat jadi CPNS
11. Tanggal 15 Januari 2007, Rapat Komisi II DPR RI memanggil Meneg PAN.
12. Tanggal 5 Pebruari 2007, Raker Komisi X DPR RI dengan Menpan, Mendiknas dan Menag
13. Tanggal 26-27 Maret 2007, DPP FKGBI ke Kantor Setneg, Menkumham, Menpan, untuk mencari kedudukan revisi PP 48 tahun 2005, sudah sejauh mana prosesnya.
14. Tanggal 5 April 2007, ke kantor Menkumham mengawal proses harmonisasi yang terakhir.
15. Tanggal 6 April 2007 Rapat Pimpinan DPP FKGBI, untuk konsolidasi personil DPP FKGBI, dan menetapkan program kerja FKGBI tahun 2007/2008.
16. Rapat koordinasi untuk mengadakan aksi moral dan peringatan 2 Mei 2007. Secara sporadis kabupaten/Kota provinsi mengadakan gerakan moral mendesak Presiden menandatangani revisi PP 48 tahun 2005. DPP FKGBI mengadakan aksi damai membagi bunga kepada masyarakat di Kota Surakarta.


17. Mendakan aksi keprihatinan dengan mendirikan TENDA KEPRIHATINAN GURU INDONESIA di Hal;aman DPRD Kota Solo ; dengan agenda mendesak Presiden menandatangani Revisi PP 48 tahun 2008. Dilaksanakan tepat 40 hari 40 malam. Mulai tanggal 5 Mei s.d 10Juni 2007.
18. Tanggal 6 – 7 Juni 2008 di Wisma SUMUT Menteng Jakarta, dilaksanakan rapat koordinasi persiapan Demontrasi besar-besaran, jika Presiden tidak menandatangani Revisi PP 48 tahun 2005. Dihadiri oleh 14 Provinsi : - DKI Jakarta, - Jawa Barat, - Jawa Tengah, -Jogjakarta (ijin), -Jawa Timur, - Banten, - Lampung, - SUMSEL (ijin), - SUMUT, -Jambi (ijin), -Benkulu (ijin), - Aceh (Ijin), - Sulawesi Selatan, - Sulawesi Tenggara, NTB (ijin), Bali (ijin), Kalimantang Tengah (Ijin)
19. Tepat tanggal 7 Juni 2007 (jam 19.00.WIB) berita dari Kepala Biro Persidangan SESKAB Presiden sudah menandatangani Revisi PP 48 tahun 2005 menjadi PP 43 tahun 2007.)
20. Inisiatif membuat monumen perjuangan FKGBI, berupa Kantor, Pandapa, dan Perumahan FKGBI JAYA. Bulan Pebruari 2008 penandatanganan MOU antara BTN Syariah Jogja, PT ATHAYA dan DPP FKGBI.
21. Tanggal 6 April 2008 peletakan batu pertama Perumahan FKGBI JAYA dihadiri oleh : Staf Menpan (Kristiyono), Ketua DPRD Karanganyar, Bapak Effendi Siahaan SH (MPO), Umar Hasyim ,SE (MPO), DPW Jateng dan Jatim, DPD FKGBI Se – Jawa Tengah.
22. Tanggal 23 Nopember 2008 Peresmian Monumen Perjuangan FKGBI JAYA GRAHA MITRA SENTOSA di Selokaton Gondangrejo Karanganyar, dihadiri dan diresmikan oleh : MENPERA, MENPAN, MENDIKNAS

PARA AKTOR PERJUANGAN FKGBI
Ö Dewan Presidium Nasional FKGBI
Ö DPP FKGBI
Ö DPW dan DPD FKGBI di Kabupaten/Kota dan Provinsi di seluruh Indonesia.

PENDUKUNG PERJUANGAN FKGBI
Ö Segenap anggota Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) FKGBI
Ö Segenap anggota Komisi X DPR RI dan Pimpinan DPR RI
Ö Segenap anggota PAH I , II dan Pimpinan DPD RI.
Ö Fraksi PAN, DEMOKRAT , PDS GOLKAR, PBR, PKS, PDI-P, DPR RI
Ö Bapak.Drs.H.Taufik Effendi,MBa. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara RI.
Ö Bapak. Prof.DR.Bambang Sudibyo Menteri Pendidikan Nasional.
Ö Bapak fasli Jalal DIRJEN TENDIK Mendiknas, yg telah memberikan semangat dalam seminar nasional 9 Juli 2005.
Ö PGRI






UCAPAN TERIMA KASIH
Ö Kepada DR. H. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia yang telah mewngeluarkan PP 48 tahun 2005 dan PP 43 tahun 2007 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS.
Ö Segenap anggota Komisi X dan Komisi II dan Pimpinan DPR RI
Ö Segenap anggota PAH I dan II dan Pimpinan DPD RI
Ö Bapak Drs. H. Taufik Effendi,MBa, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara RI
Ö Bapak Prof Dr. Bambang Sudibyo,MA Menteri Pendidikan Nasional RI
Ö Segenap anggota MPO FKGBI

ANGGOTA
MAJELIS PERTIMBANGAN ORGANISASI
FORUM KOMUNIKASI GURU BANTU INDONESIA
( MPO FKGBI )
Zaenal Ma’arif,SH.MH. ( Solo Jawa Tengah )
Angelina Sondakh,SE. ( Jakarta )
Sayuti Asyatri,SE. ( Jakarta )
Drs. Munawar Soleh,MPd. ( Jawa Tengah )
Drs. Adi Munasip,MM ( Medan Sumatera Utara )
Parlindungan Purba,SH. ( Medan Sumatera Utara )
Prof.DR. Anwar Arifin ( Sulawesi Selatan )
Bambang Sadono,SH.Mhum. ( Semarang Jawa Tengah )
Teguh Juwarna,MSi. ( Jakarta )
Daud Budiyanto ( Semarang Jawa Tengah )
Effendi Siahaan,SH ( Solo Jawa Tengah )
Umar Hasyim,SE. ( Solo Jawa Tengah )
Dr.Sudharto,MA ( Semarang Jawa Tengah )
DR.Rasdi Eko Siswoyo,MSc. ( Semarang Jawa Tengah )

DPP FKGBI
Masa Bakti 2006 – 2011
Hasil Kongres I FKGBI Medang Sumatera Utara
Ketua Umum : Ayub Joko Pramono,STh,MM.
Wakil Ketua 1 : Drs.Adi Wijaya
Wakil Ketua 2 : Drs.Ambo Sakka
Wakil Ketua 3 : Endang Sumitra,S.Ag.
Wakil Ketua 4 : Achmad Tugiran,SPd.
Wakil Ketua 5 : Adi Ngadiman,SPd.
Wakil Ketua 6 : Sarifudin
Wakil Ketua 7 : Syarifah Efiana,SPd.




Wakil Ketua 8 : Fadhil,SPd.
Wakil Ketua 9 : Laode Askar,SPd.
Sekretaris Umum : Drs.Abbdurafiq
Wakil Sekretaris 1 : Robyan Henry
Wakil Sekretaris 2 : Drs. Albiner Simbolon
Wakil Selretaris 3 : Jamaluddin,SPd.
Wakil Sekretaris 4 : Drs. Marusaha Sirait
Wakil Sekretaris 5 : Drs.Abdul Bahar
Wakil Selretaris 6 : Aceng
Wakil Sekretaris 7 : Achmad Jajuli,SPd.
Wakil Sekretaris 8 : Edy Sudyo,SPd.
Wakil Selretaris 9 : Drs.Ridwan Kabri
Bendahara : Sri Yuniati,SPd.
Bendahara 1 : Khamisah,SPd.

DEPARTEMEN-DEPARTEMEN :
1. Departemen Organisasi dan Kaderisasi
Ketua : Sudirman,SPd.
Anggota : Sutrisno,
Andi Joharriati,SPd,
Hadi Santosa,SPd.
Drs.Nifati Zebua
Sri Widodo,SPd.
2. Departemen Pendidikan dan Pelatihan
Ketua : Drs. Parling Gurning,SPd.
Anggota : Ramli,SPd.
Syansudin,SPd.
Ariyani Keswara,Ama.
3. Departemen Advokasi dan Ketenagaan
Ketua : Muh Amin,SH
Anggota : Achmad Munawir,SH,SPd,Msi.
Drs.Raju,SH.
Drs.saut Sitorus
Dwi Sriningsih,SH
Asnawi,SPd.
4. Departemen Humas dan Media Masa
Ketua : Dani,SE.
Anggota : Susly Vincensia Tambing
Mahdan Rangkuti,SPd.
Zen Bardadi,SPd.




Suwardi,SPd.
Abdullah Yus,Sag.
5. Departemen Pemuda dan Olah Raga
Ketua : Ahmad Yani,SPd.
Anggota : Kalimudin Idris,SPd.
H Rusli
R Tondang,SPd.
Drs.Sakban Nasution
Syamsudin B, SPd.
6. Departemen Pemberdayaan Perempuan
Ketua : Meilinda Chastra
Anggota : Soriani
Nurliana
Lisnawati,AMa
7. Departemen Lingkungan Hidup
Ketua : Misbahudin
Anggota : Drs. Anshar,SPd.
Hardiyana,SPd.
Ir.Abdul Wahid,SPd.
Zainudin,SAg.
8. Departemen LITBANG
Ketua : Drs.Syarifudin
Anggota : Herawati,SPd.
Didan
Drs.Abdul Khalik
Drs.Solo Raja Batubara
Herta Sianturi,SPd.
9. Departemen Kerjasama Luarg Negeri
Ketua : Rasaut,SPd.
Anggota : Drs.Fausal
Paola
Sumikem,SPd.
Adi Ngadiman Peduli Pendidikan

Selasa, 09 Agustus 2011

Nasib Dana BOS bagi PTT dan PTT

WALI murid yang berekonomi menengah ke bawah secara bertahab sejak tahun pelajaran 2008/2009 telah ikut merasakan pendidikan dasar gratis (SD & SMP) dan tidak terbebani biaya sumbangan pengembangan instistusi (SPI), serta sumbangan orang tua (SOT) disetiap bulannya. Tak ketinggalan pula wali murid yang berekonomi menengah ke atas pun ikut merasakan juga.
Dengan berlakunya pendidikan dasar gratis yang sedikit menyejukkan tersebut, pada sisi lain para guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT) berharap untuk bersegera diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Lewat organisasi PGRI pulalah para GTT & PTT sangat menggantungkan harapan. Sejalan pendapat DR Soebagyo Brotosedjati, M.Pd (Ketua PGRI Jawa Tengah) dalam Derap Guru edisi April 2011: “Sekarang ini saja masih ada yang dibawah UMR. Kalau dibatasi Cuma 20 persen dari BOS, ya kasihan.”
Pendapat tersebut dapat diindikasikan bahwa para pengurus PGRI tidak bosan-bosannya mempreser pemerintah untuk memperjuangkan harapan para GTT & PTT. Paling tidak memperjuangkan untuk mendapatkan gaji sesuai standar upah minimum regional.
Berdasarkan perubahan alokasi dana BOS dan penyalurannya, belum terjadi perubahan signifikan tiba-tiba terjadi perubahan tragis yang menyesakkan. Sebab semenjak tri wulan pertama tahun 2011, dana BOS hanya boleh dipergunakan untuk honor para GTT & PTT maksimal 20 persen. Bagi sekolah yang terdapat GTT & PTT sedikit, tentu honornya mampu mencapai upah mimum regional. Lalu bagaiman nasib GTT & PTT di suatu sekolah yang jumlah GTT & PTT- nya banyak? Jangankan berandai-andai diangkat menjadi CPNS, untuk mendapat upah minimum saja sangat jauh panggan dari api. Itulah gambaran sekilas nasib para GTT & PTT terlebih yang berwiyata bakti di lembaga sekolah swasta.
Agus Supriyanto, Wiyata Penjaga SD Ngawen 1 & 2 Demak: “Adakah yang Peduli dengan Nasib Kami?” (SM, 25/9/2010) Selama 4 tahun sebagai penjaga SD tidak pernah menerima bantuan/tunjangan apa pun. Oleh karena itu mohon kepada instansi terkait untuk memikirkan, mengusulkan kebijakan pemberian bantuan/tunjangan penjaga.
“GTT di Instansi Swasta Bagaimana Nasibmu?”(SM, 9/9/2010). Berisi tentang pengaduan GTT & PTT yang diperlakukan diskrimasi, karena tidak bisa diusulkan menjadi PNS, padahal pekerjaan mereka sama, yaitu dalam rangka mencerdaskan anak bangsa. “Kepada Bupati Kendal terpilih, tolong wiyata bakti yang sudah ngabdi di Pemda dua tahun dipikirkan. Kasihan, mereka juga sudah berkeluarga (SM, 19/7/10), “Kepada Bupati dan Kepala BKD Grobogan, tolong pikirkan nasib guru wiyata bhakti yang sudah mengabdi sejak tahun 2000. Masukkan mereka dalam data base dan diangkat jadi PNS” (SM, 18/8/10).
Pernyataan di atas adalah contoh aduan para GTT & PTT yang ke sekian kalinya. Mencermati peran PTT pendidikan, sejatinya tidak hanya sebagai konco wiking alias babu. Sebab fakta keberadaan PTT tidak lebih sekadar babu yang bergaji belum memenuhi upah minimum regional (UMR). Padahal UM Regional/UM Propinsi/UM Kabupaten, di Kabupaten Semarang tahun 2010 adalah Rp 824.000,-
Nasib GTT yang berijasah S1 juga tidak jauh berbeda. Namun peluang GTT lebih baik dibanding nasib PTT. Sebab di setiap tahun, seleksi CPNS untuk GTT cenderung lebih banyak jumlahnya untuk menjadi PNS dibanding dengan PTT. PTT pendidikan yang ada di tingkat sekolah SMP/SMA dari rombongan belajar (9 – 12 kelas) berjumlah antara 4 sampai dengan 6. Dengan latar belakang pendidikan minimal SMA/SMK, sampai D3. Untuk PTT (penjaga malam dan tukang kebun) sejumlah antara 2 sampai dengan 4 orang. Sehingga jumlah PTT pada suatu institusi SMP/SMA (15 kelas), berkisar antara 6 sampai dengan 8 orang. Sedang jumlah GTT (berijazah S1) berkisar antara 5 orang.
Berikut contoh jumlah PTT & GTT di tingkat Kabupaten Kendal: Jumlah PTT 2.300 orang dengan perincian 1.440 tenaga teknis dan 860 GTT (SM, Juli 2010). Tugas pokok PTT secara garis besar adalah melayani administrasi sekolah. Faktanya PTT, sangat berperan mewarnai maju mundurnya sebuah institusi sekolah. Namun, setiap ada penjaringan CPNS terhadap PTT pendidikan seakan tidak pernah dibutuhkan. Sebab data yang ada dalam setiap periode penjaringan PTT, yang diterima rata-rata 2 orang perkabupaten. Padahal jumlah PTT perkabupaten mencapai ribuan.
Usia Pengabdian PTT & GTT
Perjalanan usia selama menjadi tenaga PTT, ada yang mencapai lima tahunan, bahkan ada puluhan tahun. Sedang jumlah usia guru yang melaksanakan GTT, dari lima tahunan, bahkan ada yang telah dua puluh tahun lebih. Mencermati fakta tersebut, tentu mengundang keprihatinan, mengapa institusi sekolah menerima pelamar PTT & GTT hingga mencapai minimal 6 sampai 10 orang? Bukankah itu sama dengan menggantung harapan hidup yang abu-abu, bahkan gelap?
Pada momen ini, pemerhati GTT & PTT ingin memaparkan fakta yang ada dan sering penulis temui di setiap institusi sekolah tingkat TK, SD, SMP dan SMA. Paling tidak untuk dijadikan pemikiran dalam mengambil langkah kebijakan bagi para stakeholder di bidang pendidikan dan atau kepada institusi Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Dengan harapan dalam mengambil kebijakan dibidang ketenagaan pendidikan dan penempatan tenaga guru CPNS, berkenan memperhatikan nasib GTT yang ada pada suatu sekolah tertentu. Sebab, fakta di lapangan terjadi pemutusan kerja secara sepihak, karena pada tahun belakangan ada terjadi GTT di suatu sekolah A, karena ada pendatang guru CPNS yang mapelnya sama, kemudian beresiko mengusir GTT yang ada tersebut.
Pada tahun sebelumnya memutuskan hubungan kerja sepihak masih ada rasa ewuh pekewuh, tetapi mulai tahun ini (2010) sudah lenyap dari peredaran institusi pendidikan. Padahal, para GTT & PTT telah berkeluarga, sekaligus sebagai penyangga ekonomi rumah tangga, dengan minimal jumlah keluarga antara 3 sampai dengan 5 jiwa. Itu artinya pemerintah juga berandil menelantarkan pendidikan putra-putri para GTT & PTT tersebut.
Pantang Berpangku Tangan
Beruntung harapan tersebut masih bisa ditepis oleh sebagian para GTT & PTT, karena mereka juga tidak mau hanya berpangku tangan menunggu nasib. Sebab diantara mereka ada yang lebih kreatif merangkap sebagai penjual jasa komputer, mengadakan bimbingan belajar prifat dan lain-lain. Sedang sisi negatifnya ada yang merangkap sebagai makelar serabutan, penjual bakso, penjual sate dan lain-lain.
Sejatinya pada bulan belakangan ada sedikit harapan tentang janji pemerintah daerah akan bersegera mengangkat para GTT & PTT tersebut. Derap Guru, September 2010: 21 “Ternyata sampai tahun 2011 ini dari 2.801 CPNS teranulir (2006) Jawa Tengah tersebut baru diselesaikan 1.676 orang sisanya 1.125 sampai sekarang belum terselesaikan. Sulistyo meminta agar Menpan dan Reformasi Birokrasi segera memproses 1.125 orang CPNS teranulir dari Jawa Tengah untuk diangkat menjadi CPNS” Sulistyo (Ketua PB PGRI dan Ketua Komite DPD RI). ( Disadur dari Asosiasi Guru Penulis Indonesia )


Kamis, 04 Agustus 2011

Pemilih Pemula Bagi Pelajar

Pendidikan Politik Bagi Pemilih Pemula di Sekolah

 Oleh Adi Ngadiman,S.Pd.MM. 

 PEMILIHAN umum sebagai pilar utama negara dengan sistem demokrasi merupakan sarana politik yang tepat untuk mewujudkan lembaga yang representatif, akuntabel, dan berlegitimasi.
Pemilu memegang kekuasaan tertinggi dalam negara demokrasi modern guna penyampaian aspirasi rakyat untuk memilih pemimpin yang akan menentukan kebijakan strategis institusi kenegaraan dalam kurun waktu lima tahun. Dalam setiap pergantian pimpinan, tuntutan demokrasi seakan menjadi hal yang besar untuk terwujudnya suatu tatanan sosial yang bebas, jujur, adil, pluralis, dan toleran dalam kehidupan yang damai, aman, dan beradab.


Pelaksanaan pemilu dilaksanakan secara langsung, termasuk pemilihan kepala daerah (pilkada) yang merupakan fenomena baru bagi masyarakat Indonesia. Namun sayangnya, kegiatan tersebut selalu diakhiri dengan konflik yang menimbulkan kerugian materiil maupun nonmateriil, bahkan terkadang sampai mengorbankan nyawa. Hal yang sangat tragis terjadi di negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum. Hal ini membuktikan kalau pendidikan politik masyarakat Indonesia pada umumnya masih belum menunjukkan perkembangan yang sesuai dengan harapan.


Untuk mewujudkan pemilu yang sesuai dengan harapan, sekolah mempunyai peranan penting melalui pendidikan politik bagi siswa. Pendidikan politik di persekolahan dapat diberikan melalui pendidikan pemilih (voters education) bagi siswa sebagai pemilih pemula yang memiliki jumlah sangat signifikan dalam kegiatan pemilihan.
Pendidikan pemilih memiliki peranan yang sangat penting dalam membangkitkan kesadaran dan daya kritis siswa tentang hak pilihnya, sehingga siswa memiliki pemahaman akan pelaksanaan pemilu yang merupakan bagian dari proses demokrasi yang dilakukan dengan sepenuh hati. Dengan begitu, siapa pun yang menduduki kursi kepemimpinan adalah mereka yang benar-benar berkualitas, memiliki integritas tinggi, jujur, adil, amanah, dan terhindar dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.


Selain itu, pendidikan pemilih merupakan metode preventif yang cukup efektif untuk mengeliminasi konflik massa dalam kegiatan politik. Kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen dan terkotak-kotak dalam beberapa kelompok menjadi pemicu munculnya konflik. Oleh karena itu, masyarakat, dalam hal ini siswa, diharapkan memiliki kecerdasan politik, sehingga mereka tidak lagi menjadi objek dalam pemilu, tetapi mereka dapat menjadi subjek yang kritis dalam menentukan pilihan politiknya, sekaligus menjadi pendorong pendewasaan partai politik untuk lebih memperjuangkan aspirasi rakyat, bukan kepentingan perorangan atau kelompok.


Guru, khususnya guru PKn memiliki peranan yang penting dalam pendidikan politik di persekolahan. Guru PKn dituntut selalu meningkatkan kemampuan dan wawasannya untuk mengembangkan kurikulum melalui berbagai kegiatan peningkatan profesionalisme guru, baik dalam pengembangan materi, metode, model, maupun media ajar, karena fenomena politik dan ketatanegaraan yang sangat dinamis, sehingga pembelajaran PKn harus mampu menyuguhkan sesuatu yang menarik dan menggairahkan siswa yang haus akan informasi.


Melalui pendidikan pemilih, para pelajar sebagai bagian dari warga negara dapat melaksanakan hak politiknya dengan kesadaran politik yang kritis dan rasional, sehingga mereka tidak dimanfaatkan secara gegabah oleh orang atau kelompok yang memiliki kepentingan tertentu. Dengan pendidikan pemilih, diharapkan para pelajar mampu mentransfer dan menyosialkan pengetahuannya dalam lingkungannya masing-masing, baik di keluarga maupun masyarakat di sekitarnya.*** 

PEMILIHPemilih Pemula Bagi Pelajar

Pendidikan Politik Bagi Pemilih Pemula di Sekolah  Oleh Adi Ngadiman,S.Pd.MM. 
 
PEMILIHAN umum sebagai pilar utama negara dengan sistem demokrasi merupakan sarana politik yang tepat untuk mewujudkan lembaga yang representatif, akuntabel, dan berlegitimasi.
Pemilu memegang kekuasaan tertinggi dalam negara demokrasi modern guna penyampaian aspirasi rakyat untuk memilih pemimpin yang akan menentukan kebijakan strategis institusi kenegaraan dalam kurun waktu lima tahun. Dalam setiap pergantian pimpinan, tuntutan demokrasi seakan menjadi hal yang besar untuk terwujudnya suatu tatanan sosial yang bebas, jujur, adil, pluralis, dan toleran dalam kehidupan yang damai, aman, dan beradab.


Pelaksanaan pemilu dilaksanakan secara langsung, termasuk pemilihan kepala daerah (pilkada) yang merupakan fenomena baru bagi masyarakat Indonesia. Namun sayangnya, kegiatan tersebut selalu diakhiri dengan konflik yang menimbulkan kerugian materiil maupun nonmateriil, bahkan terkadang sampai mengorbankan nyawa. Hal yang sangat tragis terjadi di negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum. Hal ini membuktikan kalau pendidikan politik masyarakat Indonesia pada umumnya masih belum menunjukkan perkembangan yang sesuai dengan harapan.


Untuk mewujudkan pemilu yang sesuai dengan harapan, sekolah mempunyai peranan penting melalui pendidikan politik bagi siswa. Pendidikan politik di persekolahan dapat diberikan melalui pendidikan pemilih (voters education) bagi siswa sebagai pemilih pemula yang memiliki jumlah sangat signifikan dalam kegiatan pemilihan.
Pendidikan pemilih memiliki peranan yang sangat penting dalam membangkitkan kesadaran dan daya kritis siswa tentang hak pilihnya, sehingga siswa memiliki pemahaman akan pelaksanaan pemilu yang merupakan bagian dari proses demokrasi yang dilakukan dengan sepenuh hati. Dengan begitu, siapa pun yang menduduki kursi kepemimpinan adalah mereka yang benar-benar berkualitas, memiliki integritas tinggi, jujur, adil, amanah, dan terhindar dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.


Selain itu, pendidikan pemilih merupakan metode preventif yang cukup efektif untuk mengeliminasi konflik massa dalam kegiatan politik. Kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen dan terkotak-kotak dalam beberapa kelompok menjadi pemicu munculnya konflik. Oleh karena itu, masyarakat, dalam hal ini siswa, diharapkan memiliki kecerdasan politik, sehingga mereka tidak lagi menjadi objek dalam pemilu, tetapi mereka dapat menjadi subjek yang kritis dalam menentukan pilihan politiknya, sekaligus menjadi pendorong pendewasaan partai politik untuk lebih memperjuangkan aspirasi rakyat, bukan kepentingan perorangan atau kelompok.


Guru, khususnya guru PKn memiliki peranan yang penting dalam pendidikan politik di persekolahan. Guru PKn dituntut selalu meningkatkan kemampuan dan wawasannya untuk mengembangkan kurikulum melalui berbagai kegiatan peningkatan profesionalisme guru, baik dalam pengembangan materi, metode, model, maupun media ajar, karena fenomena politik dan ketatanegaraan yang sangat dinamis, sehingga pembelajaran PKn harus mampu menyuguhkan sesuatu yang menarik dan menggairahkan siswa yang haus akan informasi.


Melalui pendidikan pemilih, para pelajar sebagai bagian dari warga negara dapat melaksanakan hak politiknya dengan kesadaran politik yang kritis dan rasional, sehingga mereka tidak dimanfaatkan secara gegabah oleh orang atau kelompok yang memiliki kepentingan tertentu. Dengan pendidikan pemilih, diharapkan para pelajar mampu mentransfer dan menyosialkan pengetahuannya dalam lingkungannya masing-masing, baik di keluarga maupun masyarakat di sekitarnya.***  AN umum sebagai pilar utama negara dengan sistem demokrasi merupakan sarana politik yang tepat untuk mewujudkan lembaga yang representatif, akuntabel, dan berlegitimasi.

Pemilu memegang kekuasaan tertinggi dalam negara demokrasi modern guna penyampaian aspirasi rakyat untuk memilih pemimpin yang akan menentukan kebijakan strategis institusi kenegaraan dalam kurun waktu lima tahun. Dalam setiap pergantian pimpinan, tuntutan demokrasi seakan menjadi hal yang besar untuk terwujudnya suatu tatanan sosial yang bebas, jujur, adil, pluralis, dan toleran dalam kehidupan yang damai, aman, dan beradab. 


Pelaksanaan pemilu dilaksanakan secara langsung, termasuk pemilihan kepala daerah (pilkada) yang merupakan fenomena baru bagi masyarakat Indonesia. Namun sayangnya, kegiatan tersebut selalu diakhiri dengan konflik yang menimbulkan kerugian materiil maupun nonmateriil, bahkan terkadang sampai mengorbankan nyawa. Hal yang sangat tragis terjadi di negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum. Hal ini membuktikan kalau pendidikan politik masyarakat Indonesia pada umumnya masih belum menunjukkan perkembangan yang sesuai dengan harapan. 


Untuk mewujudkan pemilu yang sesuai dengan harapan, sekolah mempunyai peranan penting melalui pendidikan politik bagi siswa. Pendidikan politik di persekolahan dapat diberikan melalui pendidikan pemilih (voters education) bagi siswa sebagai pemilih pemula yang memiliki jumlah sangat signifikan dalam kegiatan pemilihan.
Pendidikan pemilih memiliki peranan yang sangat penting dalam membangkitkan kesadaran dan daya kritis siswa tentang hak pilihnya, sehingga siswa memiliki pemahaman akan pelaksanaan pemilu yang merupakan bagian dari proses demokrasi yang dilakukan dengan sepenuh hati. Dengan begitu, siapa pun yang menduduki kursi kepemimpinan adalah mereka yang benar-benar berkualitas, memiliki integritas tinggi, jujur, adil, amanah, dan terhindar dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. 


Selain itu, pendidikan pemilih merupakan metode preventif yang cukup efektif untuk mengeliminasi konflik massa dalam kegiatan politik. Kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen dan terkotak-kotak dalam beberapa kelompok menjadi pemicu munculnya konflik. Oleh karena itu, masyarakat, dalam hal ini siswa, diharapkan memiliki kecerdasan politik, sehingga mereka tidak lagi menjadi objek dalam pemilu, tetapi mereka dapat menjadi subjek yang kritis dalam menentukan pilihan politiknya, sekaligus menjadi pendorong pendewasaan partai politik untuk lebih memperjuangkan aspirasi rakyat, bukan kepentingan perorangan atau kelompok. 


Guru, khususnya guru PKn memiliki peranan yang penting dalam pendidikan politik di persekolahan. Guru PKn dituntut selalu meningkatkan kemampuan dan wawasannya untuk mengembangkan kurikulum melalui berbagai kegiatan peningkatan profesionalisme guru, baik dalam pengembangan materi, metode, model, maupun media ajar, karena fenomena politik dan ketatanegaraan yang sangat dinamis, sehingga pembelajaran PKn harus mampu menyuguhkan sesuatu yang menarik dan menggairahkan siswa yang haus akan informasi. 


Melalui pendidikan pemilih, para pelajar sebagai bagian dari warga negara dapat melaksanakan hak politiknya dengan kesadaran politik yang kritis dan rasional, sehingga mereka tidak dimanfaatkan secara gegabah oleh orang atau kelompok yang memiliki kepentingan tertentu. Dengan pendidikan pemilih, diharapkan para pelajar mampu mentransfer dan menyosialkan pengetahuannya dalam lingkungannya masing-masing, baik di keluarga maupun masyarakat di sekitarnya.*** 

Kualitas Guru

Menakar Kualitas Guru

Oleh : A n a n g

Dunia pendidikan saat ini berada dalam sorotan tajam, pedas dan membuat gerah banyak pihak; baik praktisi pendidikan, birokrat, pengamat maupun peserta pendidikan. Alasannya cukup nyata bahwa kualitas produk pendidikan di Indonesia rendah dan diragukan (Pikiran Rakyat, 3 Juni). Lalu berbagai evaluasi dilakukan, ragam pelatihan diselenggarakan dan ditingkatkan.

Bagai letupan api yang percikannya menebar, menyebar dan meneruskan bara, semua ikut bicara. Meskipun sedikit ragu dan takut kualat, karena melibatkan nama guru, masyarakat tetap saja melontarkan keluhan itu. Dengan liar, mereka kaitkan semuanya dengan segala ‘ornamen’ pembelajaran; ruang kelas, jumlah siswa, biaya, buku dan sebagainya. Lalu muncul cibiran dan cemoohan. Hal tersebut terus bergulir hingga semua mengarah pada lembaga dan praktisi pendidikan yang paling sederhana; guru dan sekolah. Meskipun kemudian ,dengan terpaksa, mereka kirimkan pula anak mereka ke sekolah yang sedang mereka cibir itu sebagai pilihan terakhir karena, memang, sepertinya tak ada pilihan lain.

Dari situlah tulisan ini berangkat. Ketika pandangan negatif itu mengarah ke sekolah dan guru, saya, sebagai guru dan pengisi salah satu ruang sekolah mencoba untuk menggulirkan sebuah renungan dan sedikit evaluasi.

Mengajar adalah pekerjaan mudah yang tidak bisa dikerjakan semua orang. Mengajar membutuhkan ketekunan, kesabaran, ketelitian yang dibungkus dengan kecerdasan mental, spiritual dan emosional dan, karena itu, untuk meraih gelar pengajar harus melewati fase-fase tertentu dan pada puncaknya meraih gelar Sarjana Pendidikan atau S.Pd atau menurut istilah perundang-undangannya Sertifikat Pendidik (Undang Undang Guru dan Dosen, Bab II dab Bab IV).

Sudah menjadi wacana umum bahwa di tahun-tahun lalu, perguruan tinggi dan institut keguruan tidak begitu menarik minat para siswa berotak sangat cemerlang. Mereka lebih memilih institusi lain yang secara finansial, lulusannya akan lebih beruntung, meskipun secara ekonomis perkuliahannya lebih menanjak. Namun demikian, telah banyak institusi keguruan dan universitas dengan FKIPnya yang telah meluluskan tenaga-tenaga pendidik berkualitas untuk kemudian terjun ke masyarakat. Namun kenyataan serupa terjadi ketika mereka bergelut dalam benturan idealisme sebagai pendidik dan tuntutan kebutuhan hidup lebih layak. Kompetisi pun berlanjut antara kemurnian tujuan pendidikan dan pemenuhan kebutuhan hidup. Dengan berpedoman pada pengalaman masa lalu dimana guru, secara finansial, tidak begitu diuntungkan, maka mereka, yang secara akademis dibutuhkan lembaga pendidikan berloncatan ke bidang lain. Hal ini bermuara pada seleksi penerimaan pegawai negeri sipil tenaga keguruan. Sementara pemerintah membutuhkan dengan sangat tenaga pendidik atau guru yang kompeten, mereka enggan turut serta. Padahal kekosongan kursi ini tidak mungkin bisa bertahan lama. Meskipun bukan karena alasan serupa, berbagai diklat dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme keguruan terus dilaksanakan.

Terlepas dari semua itu, saya mencoba untuk menggulirkan seperti apa dan bagaimana tugas dan kewajiban seorang guru sesuai dengan ketentuan yang ditugaskan negara yang kesemuanya termuat dalam Undang Undang Republik Indonesia No.14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen dan Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan mengetahui utuh harapan dan cita-cita negara terhadap pekerjaan guru diharapkan semua lapisan masyarakat bisa mengevaluasi sisi mana yang salah ata tidak berperan. Dengan ini pula kita bisa mengukur sebaik atau seburuk apa pekerjaan dan hasil yang timbul akibat pekerjaan ini.

Sedikitnya ada empat komponen pokok tugas seorang guru menurut undang undang tersebut. Tugas itu lebih akrab dikenal dengan tupoksi atau tugas pokok dan fungsi guru. Pertama, merencanakan pembelajaran. Kedua, melaksanakan proses pembelajaran. Ketiga menilai. Dan keempat, mengevaluasi hasil pembelajaran.

Pada tahap awal kegiatan, setiap guru diwajibkan menyusun Rencana Program Pengajaran atau (RPP). Pedomannya adalah materi yang dikembangkan dari standar isi yang secara rinci muncul dalam kurikulum tingkat satuan pelajaran dan silabus. Pekerjaan administratif yang tidak sederhana dan membutuhkan ketepatan perencanaan. Hasilnya adalah sederet agenda yang berupa uraian materi yang terkandung dalam kurikulum yang diuraikan ke dalam bentuk agenda pertemuan. Setiap guru wajib menyusun dengan sangat rinci. Sapaan pembuka, media pembelajaran, porsi waktu dengan aktifitas, sinergisitas langkah kegiatan dan dinamika proses. Hal ini bertujuan agar kegiatan kelas tidak monoton. Guru pun harus mengalokasikan waktu untuk tanya jawab, melakukan kuis sederhana dan catatan harian sebagai bahan evaluasi fsikomotorik siswa. Setiap guru harus menyusunnya dengan lengkap. Lebih jauh lagi, dalam RPP ini guru harus menyusun prakiraan hari efektif dan tidak efektif, rencana ulangan, pertimbangan tugas, porsi waktu pengerjaan tugas dan pekerjaan rumah. Segala rencana ditutup dengan bahan mentah untuk kegiatan evaluasi berupa ulangan, baik bahan materi pelajaran maupun jenis kegiatan tes. Selain itu para guru harus mengalokasikan waktu untuk pengayaan dan remedial yang dilaksanakan khusus untuk para siswa dengan kelebihan dan kekurangan tertentu yang dengan intilah kurikulum disebut standar ketuntasan..

Rencana Program Pembelajaran merupakan pegangan praktis dalam operasional pekerjaan harian para guru. Dari situlah para guru mengukur keberhasilan tugas dan kewajiban mereka. Absensi dan nilai individu senantiasa menjadi pegangan setiap kali mereka bertatap muka dengan para siswa. Dengan jeli dan penuh kasih sayang mereka terus membangun harapan dan keyakinan bahwa semua siswa bisa dan pintar, bahkan suatu saat bisa lebih pintar lagi. Dengan hati-hati mereka juga menelusuri berbagai kemungkinan kelebihan para siswa yang bisa dan mungkin dikembangkan. Catatan harian mereka kumpulkan dari setiap pertemuan untuk kemudian menjadi bahan merenung dan merencanakan agenda pertemuan selanjutnya. Sedekat mungkin hubungan emosional mereka bangun dan coba untuk dilebur agar atmosfir kegiatan di dalam kelas benar-benar dinamis. Sering pula muncul dalam pikiran mereka rasa waswas dan ketakutan kalau-kalau mereka telat dan ketinggalan kereta saat menyampaikan bahasan materi. Mereka tidak boleh keteter saat menghadapi siswa ‘super’ dan gaul. Namun pula mereka tidak boleh melaju terlalu cepat dan meninggalkan para siswa tertentu yang hanya bisa berjalan kaki.

Selanjutnya para guru melakukan evaluasi. Dengan berpatokan pada bahan ajar yang termuat dalam rencana program pembelajaran dan catatan harian, mereka menyusun ulang bahan evaluasi atau lebih akrab dikenal dengan istilah ulangan. Mereka wajib melakukan itu disetiap penghujung bahasan materi. Mereka wajib mengembalikan atau menunjukkan hasil ulangan tersebut kepada para siswa. Ada dua kegiatan yang harus mereka lakukan sebagai langkah tindak lanjuti dari ulangan ini yakni meremedial bagi yang belum mencapai tingkat pemahaman minimal dan melanjutkan bahasan.

Demikianlah, bentuk sederhana dari tugas pokok keguruan. Sekilas nampak mudah dan ringan. Dan, selama kesabaran dan kecerdasan emosional kuat menyertai ditambah kecerdasan berlogika, kegiatan belajar mengajar pasti tidak akan berjalan monoton dan membosankan. Guru harus mampu mengorkestrasi peserta didik (Dave Meier, 2002).

Lepas dari tugas pokok, seorang guru memiliki kewajiban yang tertancap begitu kokoh. Ia tegak berdiri dan angkuh. Dialah gelar guru yang secara sosiologis memiliki nilai magis dan magnetis yang kuat dalam masyarakat. Seperti kata pepatah asing ‘A teacher does not teach what he knows,… A teacher teaches what he is,…’ yang artinya kurang lebih ‘bahwa guru tidak mengajarkan apa yang ia tahu, guru mengajarkan siapa dirinya.’ Disinilah tantangan sebenarnya yang harus sanggup dihadapi seorang guru. Bagaimana ia harus menjaga moral diri dan keluarganya. Ia harus menstabilkan pembagian waktu dan tenaga untuk membina siswanya di sekolah dan melindungi keluarganya di rumah dan pergaulan masyarakat yang penuh tantangan. Kecenderungan masyarakat yang sering memandang guru sebagai tokoh primer dalam segala hal sering pula menjadi tugas lain yang tak jarang membebani tugas profesionalisme seorang guru. Didaerah terpencil, misalnya, tidak jarang menganggap guru sebagai seorang yang serba bisa yang oleh karena itu menjadikannya ‘dokter’ masyarakat. Hal ini tentunya bukan sesuatu yang negatif. Namun secara teknis tugas jelas akan berpengaruh.

Sedikit meloncat dari tugas guru sebagai tenaga pengajar, dimana ia harus memenuhi kewajiban menyampaikan bahan ajarnya, seorang guru memiliki kewajiban lain di sekolah. Guru adalah petugas keamanan, polisi, hakim, pengacara, seniman, promotor, entertainer, model, mitra sejati dan banyak lagi jabatan lainnya saat ia berada di sekolah, sebagai negara kecil (Thomas Armstrong, 2002). Guru tidak boleh berkata tidak bisa atau tidak mau secara langsung. Dengan segala kecerdikannya guru harus mampu menunjukkan sikap bahwa ia mampu menunjukkan sesuatu yang bernilai positif bagi anak didiknya (Bobbi Depotter, 1997). Jabatan-jabatan itu harus mampu ditunjukkan seorang guru ketika berinteraksi dengan sejuta karakter siswa, orang tua dan masyarakat sekitar. Dengan berbekal kemampuan sederhana para guru dituntut pula untuk mampu memposisikan diri dalam jabatan; wali kelas, pembina eks skul, dan seabreg tanggung jawab yang harus dipikul dalam beberapa kegiatan seperti gelar seni, program pengalaman lapangan, perpisahan, kunjungan ilmiah, study tour/banding dan berbagai kegiatan lomba dan pembinaan karir dan kesiswaan.

Sedikit saja ia menunjukkan tanda-tanda ketidakmampuannya, para guru harus siap pula dengan gunjingan dan cemoohan para siswanya seakan mereka belum atau tidak pernah diajarkan akan buruknya kebiasaan mencemooh. Satu solusi yang harus kental melekat dalam setiap langkah para guru adalah konsistensi pada kejujuran tujuan pendidikan, keteguhan tekad untuk berani bekerja keras dan siap untuk menerima perubahan dan tantangan jaman. Komitmen yang kokoh dalam kesanggupan untuk memperbaiki diri dan menjaga kredibilitas profesionalisme.

Guru adalah pelaksana yang sekaligus juga berperan sebagai pengendali dalam mengontrol kualitas pendidikan. Sudah selayaknya mereka terbebas dari beban hidup yang mendasar sehingga mereka bisa berkonsentrasi penuh untuk memikirkan dan merumuskan agenda pekerjaan terbaiknya. Dengan terpenuhinya hal ini maka kualitas hasil pendidikan generasi mendatang dijamin akan nampak dan lebih gemilang.

Kreatifitas Guru

Kreativitas Guru dalam Mengembangkan Bahan Ajar

oleh: adi Ngadiman,S.Pd,MM.

Bahan ajar merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah tetapi penyediaan bahan ajar selama ini masih menjadi kendala. Ada sebagian guru yang hanya terpaku kepada buku teks dalam menyediakan bahan ajar padahal bahan ajar dapat didesain dari berbagai sumber dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik materi ajar yang akan disajikan. Melalui bahan ajar guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan siswa akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar.

Dalam PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 20, diisyaratkan bahwa guru diharapkan mengembangkan materi pembelajaran, yang kemudian dipertegas malalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses, yang antara lain diharapkan guru dapat mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar.

Selain itu, pada lampiran Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, juga diatur tentang berbagai kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik, baik yang bersifat kompetensi inti maupun kompetensi mata pelajaran. Misalnya, bagi guru pada satuan pendidikan jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), dalam tuntutan kompetensi pedagogik maupun kompetensi profesional, berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam mengembangkan sumber belajar dan bahan ajar.
Pengembangan bahan ajar yang beragam dan menarik akan membantu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) sehingga akan menghasilkan KBM yang bermakna baik bagi guru maupun bagi peserta didiknya.

Bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Sebuah bahan ajar paling tidak mencakup antara lain: petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru), kompetensi yang akan dicapai, content atau isi materi pembelajaran, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK), evaluasi, respon atau balikan (feedback) terhadap hasil evaluasi.

Berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu bahan cetak (printed) seperti antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).

Pada kurikukulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), standard kompetensi lulusan telah ditetapkan oleh pemerintah, namun bagaimana untuk mencapainya dan apa bahan ajar yang digunakan diserahkan sepenuhnya kepada para pendidik sebagai tenaga profesional, guru dituntut untuk mempunyai kemampuan mengembangkan bahan ajar sendiri. Untuk mendukung kurikulum, sebuah bahan ajar bisa saja menempati posisi sebagai bahan ajar pokok ataupun suplemen. Bahan ajar pokok adalah bahan ajar yang memenuhi tuntutan kurikulum. Sedangkan bahan ajar suplemen adalah bahan ajar yang dimaksudkan untuk memperkaya, menambah ataupun memperdalam isi kurikulum.

Apabila bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum tidak ada ataupun sulit diperoleh, maka membuat bahan belajar sendiri adalah suatu keputusan yang bijak. Untuk mengembangkan bahan ajar, referensi dapat diperoleh dari berbagai sumber baik itu berupa pengalaman ataupun pengetahauan sendiri, ataupun penggalian informasi dari narasumber baik orang ahli ataupun teman sejawat. Demikian pula referensi dapat kita peroleh dari buku-buku, media masa, internet, dll. Namun demikian, kalaupun bahan yang sesuai dengan kurikulum cukup melimpah bukan berarti guru tidak perlu mengembangkan bahan sendiri.

Bagi siswa, seringkali bahan yang terlalu banyak membuat mereka bingung, untuk itu guru perlu membuat bahan ajar sendiri sebagai pedoman bagi para siswanya yang dikembangkan sesuai karakteristik lingkungan sosial, budaya, dan geografis, juga mencakup tahapan perkembangan siswa, kemampuan awal yang telah dikuasai, minat, latar belakang keluarga dll. Untuk itu, maka bahan ajar yang dikembangkan sendiri dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa sebagai sasaran.

Pengembangan bahan ajar harus dapat menjawab atau memecahkan masalah ataupun kesulitan dalam belajar. Terdapat sejumlah materi pembelajaran yang seringkali siswa sulit untuk memahaminya ataupun guru sulit untuk menjelaskannya. Kesulitan tersebut dapat saja terjadi karena materi tersebut abstrak, rumit, asing, dsb. Untuk mengatasi kesulitan ini maka perlu dikembangkan bahan ajar yang tepat. Apabila materi pembelajaran yang akan disampaikan bersifat abstrak, maka bahan ajar harus mampu membantu siswa menggambarkan sesuatu yang abstrak tersebut, misalnya dengan penggunaan gambar, foto, bagan, skema, dll. Demikian pula materi yang rumit, harus dapat dijelaskan dengan cara yang sederhana, sesuai dengan tingkat berfikir siswa, sehingga menjadi lebih mudah dipahami.

Ada sejumlah manfaat yang dapat diperoleh apabila seorang guru mengembangkan bahan ajar sendiri, yaitu membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran, diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. Bahan ajar menjadi labih kaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi. Menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar. Bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dengan siswa karena siswa akan merasa lebih percaya kepada gurunya. Di samping itu, guru juga dapat memperoleh manfaat lain, misalnya tulisan tersebut dapat diajukan untuk menambah angka kredit ataupun dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan.